Posted by : 51617
Rabu, 03 Juni 2015
Ayah (Bagian 1)
Mungkin ibu lebih kerap menelpon untuk menanyakan keadaanku setiap hari,
tapi apakah aku tahu, bahwa sebenarnya ayahlah yang mengingatkan ibu untuk
meneleponku?
Semasa kecil, ibukulah yang lebih sering menggendongku. Tapi apakah aku tau
bahwa ketika ayah pulang bekerja dengan wajah yang letih ayahlah yang selalu
menanyakan apa yang aku lakukan seharian, walau beliau tak bertanya langsung
kepadaku karena saking letihnya mencari nafkah dan melihatku terlelap dalam
tidur nyenyakku. Saat aku sakit demam, ayah membentakku “Sudah diberitahu,
Jangan minum es!” Lantas aku merengut menjauhi ayahku dan menangis didepan ibu.
Tapi apakah aku tahu bahwa ayahlah yang risau dengan keadaanku, sampai beliau
hanya bisa menggigit bibir menahan kesakitanku.
Ketika aku remaja, aku meminta izin untuk keluar malam. Ayah dengan tegas
berkata “Tidak boleh! ”Sadarkah aku, bahwa ayahku hanya ingin menjaga aku,
beliau lebih tahu dunia luar, dibandingkan aku bahkan ibuku? Karena bagi ayah,
aku adalah sesuatu yang sangat berharga. Saat aku sudah dipercayai olehnya,
ayah pun melonggarkan peraturannya.
Maka kadang aku melanggar kepercayaannya. Ayahlah yang setia menunggu aku
diruang tamu dengan rasa sangat risau, bahkan sampai menyuruh ibu untuk
mengontak beberapa temannya untuk menanyakan keadaanku, ''dimana, dan sedang
apa aku diluar sana.'' Setelah aku dewasa, walau ibu yang mengantar aku ke
sekolah untuk belajar, tapi tahukah aku, bahwa ayahlah yang berkata: Ibu,
temanilah anakmu, aku pergi mencari nafkah dulu buat kita bersama.
Disaat aku merengek memerlukan ini – itu, untuk keperluan kuliahku, ayah
hanya mengerutkan dahi, tanpa menolak, beliau memenuhinya, dan cuma berpikir,
kemana aku harus mencari uang tambahan, padahal gajiku pas-pasan dan sudah
tidak ada lagi tempat untuk meminjam.
Saat aku berjaya. Ayah adalah orang pertama yang berdiri dan bertepuk
tangan untukku. Ayahlah yang mengabari sanak saudara, ''anakku sekarang
sukses.'' Walau kadang aku cuma bisa membelikan baju koko itu pun cuma setahun
sekali. Ayah akan tersenyum dengan bangga.
Dalam sujudnya ayah juga tidak kalah dengan doanya ibu, cuma bedanya ayah simpan doa itu dalam hatinya. Sampai ketika nanti aku menemukan jodohku, ayahku akan sangat berhati-hati mengizinkannya.
Dalam sujudnya ayah juga tidak kalah dengan doanya ibu, cuma bedanya ayah simpan doa itu dalam hatinya. Sampai ketika nanti aku menemukan jodohku, ayahku akan sangat berhati-hati mengizinkannya.
Bersambung.....